SHARE

Miftachul Nadila

CARAPANDANG.COM - Pendidikan merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok orang. Dapat kita ketahui bahwasanya pendidikan terbagi menjadi 3 jalur yaitu formal, nonformal, dan informal.

Pendidikan formal merupakan sebuah pendidikan umum yang diselenggarakan di sekolah umum contohnya sekolah. Pendidikan nonformal merupakan pendidikan di luar pendidikan formal contohnya club sepak bola. sedangkan pendidikan informal merupakan sebuah pendidikan belajar secara mandiri yang dilakukan dengan sadar dan tanggung jawab contohnya ibu yang mengajari anaknya tentang akhlak dan menjaga etika terhadap orang lain.

Dapat diketahui pendidikan pada umumnya terdapat beberapa jenjang seperti Pendidikan Paud, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Perguruan Tinggi atau Universitas.

Saat ini, dengan adanya virus Corona atau Covid-19 yang menyebar sangat cepat di beberapa negara menjadikan masa pembelajaran terganggu. Salah satunya di negara Indonesia. Virus ini pertama kali muncul di salah satu pasar yang berada di negara Cina.

Virus Corona menyebabkan gangguan sistem pernapasan, mulai dari gejala ringan seperti flu, infeksi paru-paru, dan akan pulih tanpa penanganan khusus. Karena masa inklubasi virus berlangsung selama kurun waktu 10 hingga 14 hari. Dengan begitu, seluruh masyarakat Indonesia dianjurkan oleh pemerintah untuk melakukan beberapa peraturan seperti pysical distancing atau jaga jarak, memakai masker, sering mencuci tangan, dll.

Sistem pembelajaran di Indonesia sebelum adanya Covid-19 dilakukan secara luring atau tatap muka. Tetapi, semenjak adanya Covid-19 pembelajaran dilakukan secara daring melalui alat digital yaitu handphone atau laptop.

Dengan dibantunya alat digital untuk melakukan pembelajaran secara daring, maka para pelajar atau mahasiswa harus mempunyai salah satu diantara handphone maupun laptop. Karena hal tersebut merupakan salah satu cara agar bisa mengikuti pembelajaran secara daring atau online.

Jika menggunakan handphone atau laptop, maka juga diperlukan sebuah jaringan internet atau bisa juga menggunakan WiFi.

Akan tetapi, sinyal atau jaringan internet juga memicu permasalahan dalam pembelajaran daring. Khususnya di daerah terpencil. Peristiwa tersebut merupakan salah satu hambatan bagi pelajar atau mahasiswa yang melakukan pembelajaran secara online atau daring.

Penulis melakukan beberapa wawancara terhadap pelajar atau orang tua anak yang sedang melakukan pembelajaran secara daring. “Hp saya tidak cukup untuk memasang aplikasi seperti Zoom dan Google Meet. Jadi saya kalau kelas daring itu biasanya pakai HP/laptop Ustadz yang ada di pondok. Kalau mau dipakai ustadz saya ya saya mengalah. Ya mau gimana lagi keadaannya seperti ini,” ucap Nur Maylatul C.

“Pembelajaran daring membuat saya tidak paham pelajaran yang diberikan oleh guru mbak, Apalagi sekarang musim hujan sinyalnya jadi bermasalah” ucap Achmad Waliyuddin

 “Sinyal saya kadang susah mbak dan saya ya kadang kurang paham” ucap Rizki Dwi Amanda

“Sebenarnya pembelajaran daring itu ada enaknya mbak, kita dituntut untuk lebih sadar diri agar bisa belajar dengan sendirinya meskipun terkadang dosennya tidak menerangkan Cuma dikasih tugas aja. Karena saya itu tipe orang otodidak” ucap Siti Nuzulul Rochmah

“Aduh mbak yang sekolah anak saya tetapi saya sebagai orang tua harus bisa mengikuti pembelajaran daring karena anak saya masih sd jadi saya dan suami harus bisa pintar-pintar mengatur waktu soalnya kami berdua juga kerja” ucap ibu Ibnu

Jadi dilihat dari pendapat yang penulis peroleh bahwa pembelajaran daring itu memiliki beberapa hambatan diantaranya tidak adanya alat digital, kurangnya kepahaman yang diterima pelajar atau mahasiswa, sinyal yang kurang mendukung, belajar tanpa penjelasan dari dosen atau guru karena tidak semua pelajar atau mahasiswa bisa paham tanpa adanya penjelasan seorang guru atau dosen, dan yang terakhir meskipun anaknya  yang sekolah orang tua dituntut untuk bisa mengikuti pembelajaran daring juga.

Hingga akhirnya pemerintah memberikan subsidi kuota internet secara gratis untuk para pelajar atau mahasiswa. Dengan diberikannya kuota internet secara gratis, maka beban orang tua sedikit berkurang. Karena ketika kita melakukan pembelajaran secara daring, pemakaian kuota internet bisa mencapai kapasitas 2 GB bahkan bisa lebih dari kapasitas tersebut.

Hambatan pelajar tidak hanya pada kuota internet saja melainkan pada sinyal atau jaringan, khususnya di daerah terpencil. Sehingga kita harus mencari jaringan yang bagus untuk melakukan pembelajaran secara daring. Pembelajaran secara daring yang dilakukan melalui aplikasi via WhatsApp, Youtube, Zoom, Google Meet, dll. Jika jaringan kurang mendukung secara otomatis pembelajarannya terganggu.

Di sisi lain ada sebuah pendapat positif tentang pembelajaran secara daring salah satunya yaitu

“Semenjak anakku melakukan pembelajaran daring saya sebagai orang tua tau cara menggunakan sebuah HP meskipun tidak terlalu paham” Ibu Wawa

“Saya memang generasi Milineal tetapi saya tidak begitu paham tentang masalah HP gitu mbak, tapi semenjak saya dibelikan HP untuk pembelajaran daring maka saya gunakan HP tersebut untuk pembelajaran dan saya sekarang jadi tau cara penggunaannya itu gimana” ucap Beni

Dalam pembelajaran secara daring di masa pandemi Covid-19 penulis mengatakan bahwa tidak hanya tantangan yang dialami para pelajar atau mahasiswa. Melainkan juga adanya sisi positif. Seperti pendapat yang diperoleh penulis bahwa para pelajar atau mahasiawa maupun orang tua dituntut untuk bisa menggunakan teknologi seperti handphone atau laptop. Sehingga tidak ketinggalan zaman dan tahu bagaimana cara penggunaan teknologi yang setiap waktu akan berubah semakin canggih.

Jadi pembelajaran secara daring atau online pada masa pandemi Covid-19 ini memiliki sisi positif dan negatif. Meskipun sistem pembelajarannya tidak seefektif luring atau tatap muka. Pembelajaran tersebut menuntut kita untuk berpikir secara terbuka, agar bisa mengikuti pembelajaran daring dengan baik serta paham dengan apa yang disampaikan oleh guru maupun dosen. [**]

**Oleh : Miftachul Nadila
Penulis merupakan  Mahasiswa  Fakultas Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam  di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)


Tags
SHARE