SHARE

Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)  Andy Yentriyani (bawah). (Istimewa)

CARAPANDANG.COM – Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)  Andy Yentriyani mengatakan bahwa praktik hukuman mati merupakan bentuk penyiksaan, puncak diskriminasi, dan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.

“Hukuman mati memiliki karakter yang khas bagi perempuan, baik sebagai tersangka yang terpidana mati, maupun dampak (hukuman mati, red.) terhadap kehidupannya dan keluarga,” kata Andy ketika memberi sambutan dalam konferensi pers yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Komnas Perempuan, Senin (11/10/2021).

Andy mengatakan berdasarkan hasil pemantauan dan kajian Komnas Perempuan terkait kasus-kasus perempuan terpidana hukuman mati sering memiliki keterkaitan dengan sejumlah isu lain, seperti feminisasi kemiskinan, perdagangan orang, dan sistem hukum yang belum berpihak kepada korban.

Terkait dengan sistem hukum yang belum berpihak kepada korban, Andy menjadikan kasus Mary Jane sebagai contoh. Mary Jane merupakan terpidana mati asal Filipina yang tertangkap di Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta karena membawa 2,6 kilogram heroin pada April 2010.

Ketua Komnas Perempuan ini mengatakan bahwa Mary Jane merupakan korban perdagangan manusia yang dijebak oleh sindikat narkotika dan hingga saat ini masih mengalami ketidakpastian dalam menanti pengampunan atau pelaksanaan eksekusi.

“Mary Jane sudah (menunggu kepastian selama, red.) 11 tahun,” ucap Andy.

Masa penantian tersebut, kata dia, tidak hanya memiliki implikasi terhadap perempuan yang terpidana, tetapi kepada seluruh keluarganya. Selain dapat menyebabkan gangguan kesehatan jiwa pada pihak yang terdampak, Andy berpandangan bahwa situasi tersebut dapat menimbulkan masalah sosial lain yang lebih besar.

Halaman :