SHARE

Istimewa

CARAPANDANG.COM – Wakil Ketua Sub Divisi Kebijakan Ekonomi Komite Pemulihan Ekonomi Daerah (KPED) Jawa Barat (Jabar) Yayan Satyakti mengatakan, berdasarkan riset yang dilakukan oleh pihaknya tentang mudik didapatkan hasil bahwa larangan mudik tak akan berpengaruh ke mobilitas masyarakat.

"Saya membuat estimasi larangan mudik tak akan berpengaruh ke mobilitas di Jabar. Orang tetap mudik walaupun dilarang. Jadi ada atau tidak adanya larangan mudik lebaran dari pemerintah warga tetap akan mudik," kata Yayan Satyakti pada Diskusi Larangan Mudik Lebaran 2021 yang dilaksanakan oleh Forum Diskusi Wartawan Bandung (FDWB) di Kota Bandung, Kamis.

Estimasi bahwa larangan mudik lebaran tak berpengaruh pada mobilitas warga, kata Yayan, diketahui berdasarkan hasil penelitian koefisien penurunan mobilitasnya yakni hanya 13,6 persen dan mobilitas menurun dibandingkan sebelum Hari Raya Idul Fitri tahun 2020.

"Sehingga sisanya pada mudik. Pemerintah melarang biar engga 'ngabring teuing' (berkerumun)," katanya.

Menurut Yayan penurunan mobilitas warga yang cukup signifikan terjadi pada awal pandemi COVID-19 di Maret 2020 yakni pada saat itu semua orang tak beraktivitas.

"Yang signifikansi pergerakan orang ke pandemik tinggi. Orang 100 persen nurut tidak beraktifitas tidak mau berkegiatan lainnya," katanya.

Hal serupa, lanjut dia, juga terjadi saat pemberlakukan bekerja di rumah yakni mobilitas orang turun sampai sampai Bulan Suci Ramadhan tahun lalu mencapai 70 persen.

Akan tetapi, ketika momentum mudik Lebaran 2020 pergerakan orang turun hanya 13 persen.

"Ini artinya orang ingin mudik dikarenakan faktor social behavior," katanya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya, kata Yayan, diketahui bahwa masyarakat yang mudik adalah orang pintar yang punya uang dan mobil.

"Sehingga yang mudik itu orang kelas menengah atas yang pakai mobil pribadi mereka nularin di sana. Jadi bukan yang pakai umum," kata Yayan.

Dia menilai, saat ini mobilitas masyarakat masih rentan untuk meningkatkan penularan pandemi sehingga pemerintah harus memperketat akivitas warga.

"Ada sekitar delapan juta orang yang mungkin akan mudik. Saat ini, kebijakan pemerintah semakin mintul (tumpul) karena tak efektif lagi," kata Yayan.

Oleh karena itu ia menyarankan kepada pemerimtah untuk memperbaharui dan monitoring pengendalian pandemi sambil memperhatikan aspek ekonominya.

Sementara itu, Organisasi Angkutan Darat (Organda) Jawa Barat meminta pemerintah pusat untuk merivisi kebijakan pemerintah yang memutuskan untuk melarang kegiatan mudik pada Lebaran 2021.

"Kami mohon dengan segala hormat, semoga melalui diskusi ini mudah-mudahan suara kami didengar oleh pemerintah pusat. Kami berharap ditinjau ulang soal larangan mudik ini," kata dia.

Dida mengatakan larangan mudik Lebaran 2021 tersebut sangat memberatkan pelaku usaha transportasi, terlebih saat ini kondisi pengusaha angkutan umum di Jawa Barat sangat memprihatinkan.

Menurut dia kondisi memprihatinkan pengusaha angkutan umum, khususnya yang tergabung di Organda Jabar sudah terjadi sejak awal tahun 2020 hingga saat ini.

"Saat ini awak angkutan sudah sangat menjerit, karena kami harus bekerja dengan cara digilir. Sekarang jalan, besok tidak," kata Dida.

Dia mengatakan pada mulanya para pengusaha berharap besar pada lebaran tahun ini bisa sedikit meraup pendapatan dengan pertimbangan saat ini banyak sektor dilakukan relaksasi.

"Jadi sudah mulai melakukan aktivitas ekonomi seperti sedia kala atau sebelum terjadi pandemi dengan tetap menerapkan protokol kesehatan," kata dia.

"Namun mengapa mudik masih dilarang. Padahal mudik adalah falsafah masyarakat Indonesia satu tahun sekali. Perputaran uang jelang lebaran itu ada di daerah dan bagi kami, para pengusaha angkutan, lebaran juga menjadi harapan," kata dia.

Lebih lanjut ia mengatakan Organda Jawa Barat telah mempersiapkan kelaikan armada untuk lebaran tahun ini namun pemerintah saat ini mengeluarkan kebijakan larangan mudik.