SHARE

Ilustrasi - PLTU (istimewa)

CARAPANDANG.COM - Peneliti Madya Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Joko Tri Haryanto mengatakan bahwa pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara akan mulai early retire atau pensiun dini pada 2030 sampai 2050.

“Pada tahap awal energy transition mechanism (ETM), PLTU dan PLN (Perusahaan Listrik Negara) akan ikut dalam sistem invest and trade dalam perdagangan karbon yang regulasinya mudah-mudahan segera disahkan melalui Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon,” kata Joko dalam sebuah webinar yang dipantau di Jakarta, Kamis (21/10/2021).

Menurutnya, pemerintah sedang menyiapkan skema ETM agar PLTU dapat pensiun dini dan digantikan oleh pembangkit listrik yang termasuk energi baru dan terbarukan (EBT).

Skema ETM tersebut memiliki beberapa tahapan hingga nanti PLTU berbasis batu bara pensiun dini pada 2030 sampai 2050.

“Konsep ETM ada beberapa tahap, tahap satu beberapa PLTU ikut skema invest and trade. Kemudian tahap berikutnya 2022 ikut carbon tax, baru kemudian ikut skema early retirement,” ucapnya.

Setelah PLTU pensiun dini dan mendapatkan kompensasi, melalui skema ETM pula pemerintah akan menggunakan pembiayaan campuran atau blended finance, salah satunya dengan memanfaatkan carbon recycling fund (CRF) untuk membeli aset PLTU tersebut.

“Kemudian ETM akan mengeluarkan karbon kredit di pasar karbon untuk mendanai transaksi PLTU berbasis karbon menuju transisi pembangkit listrik berbasis EBT,” terangnya.

Menurut Joko, pemerintah merancang skema ETM agar biaya transisi PLTU berbasis batu bara menjadi pembangkit listrik EBT tidak hanya ditanggung anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) saja.

Penggantian PLTU berbasis batu bara menjadi PLTU berbasis energi yang lebih hijau diperlukan untuk mengurangi emisi karbon Indonesia mulai 2030 mendatang sampai tercapai nol emisi karbon pada 2060.

“Kami merancang bagaimana komitmen ini tidak sekadar komitmen tapi diimplementasikan, ini menjadi dasar pemerintah bergerak,” ucapnya.